PEGADAIAN SYARIAH
A.
Pengertian
Pegadaian
Dalam istilah bahasa Arab, gadai
diistilahkan dengan rahn dan juga dapat dinamai al-habsu
(Pasaribu,1996). Secara etimologis, arti rahn adalah tetap dan lama,
sedangkan al-hasbu berarti penahanan terhadap suatu barang dengan hak
sehingga dapat dijadikan sebagai pembayaran dari barang tersebut (Syafi’i,
2000). Sedangkan menurut Sabiq (1987), rahn adalah menjadikan
barang yang mempunyai nilai harta menurut pandangan syara’ sebagai jaminan
hutang, hingga orang yang bersangkutan boleh mengambil hutang atau ia bisa
mengambil sebagian (manfaat) barang itu. Pengertian ini didasarkan pada praktek
bahwa apabila sesesorang ingin berhutang kepada orang lain, ia menjadikan
barang miliknya baik berupa barang tak bergerak atau berupa barang bergerak
berada dalam penguasaan pemberi pinjaman sampai penerima pinjaman melunasi
hutangnya.
Dari beberapa pengertian rahn tersebut,
dapat disimpulkan bahwa rahn merupakan suatu akad utang piutang dengan
menjadikan barang yang mempunyai nilai harta menurut pandangan syara’ sebagai
jaminan, hingga orang yang bersangkutan boleh mengambil utang.
B. Lahirnya
Pegadaian Syariah
Terbitnya PP/10 tanggal 1 April 1990
dapat dikatakan menjadi tonggak awal kebangkitan Pegadaian, satu hal yang perlu
dicermati bahwa PP10 menegaskan misi yang harus diemban oleh Pegadaian untuk
mencegah praktik riba, misi ini tidak berubah hingga terbitnya PP103/2000
yang dijadikan sebagai landasan kegiatan usaha Perum Pegadaian sampai sekarang.
Banyak pihak berpendapat bahwa operasionalisasi Pegadaian pra Fatwa MUI tanggal
16 Desember 2003 tentang Bunga Bank, telah sesuai dengan konsep syariah
meskipun harus diakui belakangan bahwa terdapat beberapa aspek yang menepis
anggapan itu. Berkat Rahmat Alloh SWT dan setelah melalui kajian panjang,
akhirnya disusunlah suatu konsep pendirian unit Layanan Gadai Syariah
sebagai langkah awal pembentukan divisi khusus yang menangani kegiatan usaha
syariah..
Konsep operasi Pegadaian syariah
mengacu pada sistem administrasi modern yaitu azas rasionalitas, efisiensi dan
efektifitas yang diselaraskan dengan nilai Islam. Fungsi operasi Pegadaian
Syariah itu sendiri dijalankan oleh kantor-kantor Cabang Pegadaian Syariah/
Unit Layanan Gadai Syariah (ULGS) sebagai satu unit organisasi di bawah binaan
Divisi Usaha Lain Perum Pegadaian. ULGS ini merupakan unit bisnis mandiri yang
secara struktural terpisah pengelolaannya dari usaha gadai konvensional.
Pegadaian Syariah pertama kali berdiri di Jakarta dengan nama Unit
Layanan Gadai Syariah ( ULGS) Cabang Dewi Sartika di bulan Januari tahun 2003.
Menyusul kemudian pendirian ULGS di Surabaya, Makasar, Semarang, Surakarta, dan
Yogyakarta di tahun yang sama hingga September 2003. Masih di tahun yang sama
pula, 4 Kantor Cabang Pegadaian di Aceh dikonversi menjadi Pegadaian
Syariah.
C. Operasionalisasi
Pegadaian Syariah
Implementasi operasi Pegadaian Syariah hampir bermiripan
dengan Pegadaian konvensional. Seperti halnya Pegadaian konvensional ,
Pegadaian Syariah juga menyalurkan uang pinjaman dengan jaminan barang
bergerak.Prosedur untuk memperoleh kredit gadai syariah sangat sederhana,
masyarakat hanya menunjukkan bukti identitas diri dan barang bergerak sebagai
jaminan, uang pinjaman dapat diperoleh dalam waktu yang tidak relatif lama (
kurang lebih 15 menit saja ). Begitupun untuk melunasi pinjaman, nasabah cukup
dengan menyerahkan sejumlah uang dan surat bukti rahn saja dengan waktu proses
yang juga singkat.
D.
Dasar Hukum Gadai (Rahn)
Gadai hukumnya jaiz (boleh) menurut al-Kitab , as-
Sunah, dan ijma’ (Sabiq, 1996
1. Al- Qur’an
Ayat
Al-Qur’an yang dapat dijadikan sebagai dasar hukum perjanjian gadai
adalah Qs. Al- Baqarah 283 :
.......وَإِنْ كُنْتُمْ عَلَى سَفَرٍ وَلَمْ تَجِدُوا كَاتِبًا فَرِهَانٌ
مَقْبُوضَةٌ
“Jika kamu dalam perjalanan (dan bermuamalah tidak secara tunai)
sedang kamu tidak memperoleh seorang penulis, maka hendaklah ada barang
tanggungan yang dipegang (oleh yang berpiutang)....”(Qs. Albaqarah :283)
2. As-
Sunnah
“Sesungguhnya
Rasulullah s.a.w. pernah membeli makanan dengan berutang dari seorang Yahudi,
dan Nabi menggadaikan sebuah baju besi kepadanya.”(Hadis Nabi riwayat al-Bukhari dan
Muslim dari ‘Aisyah r.a.,)
Selain dari hadis tersebut, Nabi
Bersabda yaitu:
“ Tunggangan
(kendaraan) yang digadaikan boleh dinaiki dengan menanggung biayanya dan
binatang ternak yang digadaikan dapat diperah susunya dengan menanggung
biayanya. Bagi yang menggunakan kendaraan dan memerah susu wajib menyediakan
biaya perawatan dan pemeliharaan “. (HR Jamaah, kecuali muslim dan
An-Nasai).
3. Ijma’
Mengenai
dalil ijma’ ummat Islam sepakat (ijma’) bahwa secara garis besar akad rahn
(gadai / penjaminan utang) diperbolehkan. Pemberi gadai boleh memanfaatkan
barang gadai secara penuh sepanjang tidak mengakibatkan berkurangnya nilai
barang gadai tersebut.
E. Teknik
Transaksi Pegadaian Syariah
Sesuai dengan landasan konsep pada dasarnya Pegadaian
Syariah berjalan di atas dua akad transaksi Syariah yaitu.
1.
Akad
Rahn. Rahn yang
dimaksud adalah menahan harta milik si peminjam sebagai jaminan atas pinjaman
yang diterimanya, pihak yang menahan memperoleh jaminan untuk mengambil kembali
seluruh atau sebagian piutangnya. Dengan akad ini Pegadaian menahan barang
bergerak sebagai jaminan atas utang nasabah.
2.
Akad
Ijarah.
Yaitu akad pemindahan hak guna atas barang dan atau jasa melalui
pembayaran upah sewa, tanpa diikuti dengan pemindahan kepemilikan atas
barangnya sendri. Melalui akad ini dimungkinkan bagi Pegadaian untuk menarik
sewa atas penyimpanan barang bergerak milik nasabah yang telah melakukad akad
Rukun dari akad transaksi tersebut
meliputi :
a.
Orang
yang berakad : 1) Yang berhutang (rahin) dan 2) Yang berpiutang (murtahin).
b.
Sighat ( ijab qabul)
c.
Harta
yang dirahnkan (marhun)
d.
Pinjaman
(marhun bih)
Dari landasan Syariah tersebut maka mekanisme operasional
Pegadaian Syariah dapat digambarkan sebagai berikut : Melalui akad rahn,
nasabah menyerahkan barang bergerak dan kemudian Pegadaian menyimpan dan
merawatnya di tempat yang telah disediakan oleh Pegadaian. Akibat yang timbul dari
proses penyimpanan adalah timbulnya biaya-biaya yang meliputi nilai investasi
tempat penyimpanan, biaya perawatan dan keseluruhan proses kegiatannya. Atas
dasar ini dibenarkan bagi Pegadaian mengenakan biaya sewa kepada nasabah sesuai
jumlah yang disepakati oleh kedua belah pihak.
Pegadaian
Syariah akan memperoleh keutungan hanya dari bea sewa tempat yang
dipungut bukan tambahan berupa bunga atau sewa modal yang diperhitungkan dari
uang pinjaman.. Sehingga di sini dapat dikatakan proses pinjam meminjam uang
hanya sebagai ‘lipstick’ yang akan menarik minat konsumen untuk menyimpan
barangnya di Pegadaian.
Adapun
ketentuan atau persyaratan yang menyertai akad tersebut meliputi :
- Akad. Akad tidak mengandung syarat fasik/bathil seperti murtahin mensyaratkan barang jaminan dapat dimanfaatkan tanpa batas.
- Marhun Bih ( Pinjaman). Pinjaman merupakan hak yang wajib dikembalikan kepada murtahin dan bisa dilunasi dengan barang yang dirahnkan tersebut. Serta, pinjaman itu jelas dan tertentu.
- Marhun (barang yang dirahnkan). Marhun bisa dijual dan nilainya seimbang dengan pinjaman, memiliki nilai, jelas ukurannya,milik sah penuh dari rahin, tidak terkait dengan hak orang lain, dan bisa diserahkan baik materi maupun manfaatnya.
- Jumlah maksimum dana rahn dan nilai likuidasi barang yang dirahnkan serta jangka waktu rahn ditetapkan dalam prosedur.
- Rahin dibebani jasa manajemen atas barang berupa: biaya asuransi,biaya penyimpanan,biaya keamanan, dan biaya pengelolaan serta administrasi.
Untuk
dapat memperoleh layanan dari Pegadaian Syariah, masyarakat hanya cukup
menyerahkan harta geraknya ( emas, berlian, kendaraan, dan lain-lain) untuk
dititipkan disertai dengan copy tanda pengenal. Kemudian staf Penaksir akan
menentukan nilai taksiran barang bergerak tersebut yang akan dijadikan sebagai
patokan perhitungan pengenaan sewa simpanan (jasa simpan) dan plafon uang
pinjaman yang dapat diberikan. Taksiran barang ditentukan berdasarkan nilai
intrinsik dan harga pasar yang telah ditetapkan oleh Perum Pegadaian. Maksimum
uang pinjaman yang dapat diberikan adalah sebesar 90% dari nilai taksiran
barang.
Setelah
melalui tahapan ini, Pegadaian Syariah dan nasabah melakukan akad dengan
kesepakatan :
- Jangka waktu penyimpanan barang dan pinjaman ditetapkan selama maksimum empat bulan .
- Nasabah bersedia membayar jasa simpan sebesar Rp 90,- ( sembilan puluh rupiah ) dari kelipatan taksiran Rp 10.000,- per 10 hari yang dibayar bersamaan pada saat melunasi pinjaman.
- Membayar biaya administrasi yang besarnya ditetapkan oleh Pegadaian pada saat pencairan uang pinjaman.
Nasabah
dalam hal ini diberikan kelonggaran untuk
·
melakukan
penebusan barang/pelunasan pinjaman kapan pun sebelum jangka waktu empat bulan,
·
mengangsur uang pinjaman dengan membayar
terlebih dahulu jasa simpan yang sudah berjalan ditambah bea administrasi,
·
atau hanya membayar jasa simpannya saja
terlebih dahulu jika pada saat jatuh tempo nasabah belum mampu melunasi
pinjaman uangnya.
Jika nasabah sudah tidak mampu melunasi hutang atau hanya membayar
jasa simpan, maka Pegadaian Syarian melakukan eksekusi barang jaminan dengan
cara dijual, selisih antara nilai penjualan dengan pokok pinjaman, jasa simpan
dan pajak merupakan uang kelebihan yang menjadi hak nasabah. Nasabah diberi
kesempatan selama satu tahun untuk mengambil Uang kelebihan, dan jika dalam
satu tahun ternyata nasabah tidak mengambil uang tersebut, Pegadaian Syariah
akan menyerahkan uang kelebihan kepada Badan Amil Zakat sebagai ZIS.
F. Pendanaan Pegadaian Syariah
Aspek syariah tidak hanya menyentuh bagian operasionalnya
saja, pembiayaan kegiatan dan pendanaan bagi nasabah, harus diperoleh dari
sumber yang benar-benar terbebas dari unsur riba. Dalam hal ini, seluruh
kegiatan Pegadaian syariah termasuk dana yang kemudian disalurkan kepada
nasabah, murni berasal dari modal sendiri ditambah dana pihak ketiga dari
sumber yang dapat dipertanggungjawabkan. Pegadaian telah melakukan kerja sama
dengan Bank Muamalat sebagai fundernya, ke depan Pegadaian juga akan melakukan
kerjasama dengan lembaga keuangan syariah lain untuk memback up modal kerja.
G.
Perbedaan Pegadaian Syariah dan
Konvensional
a.
Di
Pegadaian konvensional, tambahan yang harus dibayar oleh nasabah yang disebut
sebagai sewa modal, dihitung dari nilai pinjaman.
b.
Pegadaian
konvensional hanya melakukan satu akad perjanjian : hutang piutang dengan
jaminan barang bergerak yang jika ditinjau dari aspek hukum konvensional,
keberadaan barang jaminan dalam gadai bersifat acessoir, sehingga Pegadaian
konvensional bisa tidak melakukan penahanan barang jaminan atau dengan kata
lain melakukan praktik fidusia. Berbeda dengan Pegadaian syariah yang
mensyaratkan secara mutlak keberadaan barang jaminan untuk membenarkan
penarikan bea jasa simpan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar